Pemerintah Akan Membangun Jembatan Layang Yang Menghubungkan Pantai Hamadi dan Pantai Injros
KOTA
JAYAPURA – Walikota Jayapura, Benhur Tommy Mano memastikan, bahwa Oktober 2013,
pemerintah akan membangun jembatan layang yang menghubungkan Pantai Hamadi dan
Pantai Injros. Dananya bersumber dari APBN, APBD Provinsi Papua dan APBD Kota
Jayapura. “Jembatan itu akan diberi nama, Jembatan Susilo Bambang Yudhoyono
atau Jembatan SBY,” kata Walikota Jayapura, Benhur Tommy seperti yang dilansir
sejumlah media di Jayapura, Sabtu (10/08/2013). Untuk melicinkan rencana itu,
Walikota merangkul seluruh Ondoafi di Teluk Yotefa dalam sebuah rapat. Hasil
rapat ini, para ondoafi menyatakan setuju untuk pembangunan Jembatan SBY itu.
Hanya saja, para ondoafi dan tua-tua adat lainnya, menginginkan jembtan itu
diberi nama Sberi sesuai dengan nama tanjung yang akan menjadi lokasi
pembangunan jembatan. “Presiden SBY boleh menandatangani prasasi pembangunan
jembatan, tapi nama jembatan itu, harus jembatan Sberi,” ungkap Mantan Direktur
WWF Region Papua, Lin Maloali melalui pesannya di Facebook pada Minggu, 11
Agustus 2013. Sementara itu, menurut penulusuran Majalah Selangkah, bahwa
sekitar tahun 1980-an, pemerintah pernah berencana membuat jembatan yang
melewati Tanjung Sberi (dari ujung pantai wisata Hamadi ke pantai Injros –
pantai kasuari), Saat itu, Menteri Lingkungannya, Emil Salim. Ketika pemerintah
menyampaikan rencananya itu, lalu muncul aksi protes keras dari para aktivis
lingkungan di Jayapura yang dimotori George Junus Aditjondro bersama aktivis
lainnya di Yayasan Pengembangan Masyarakat Desa (Irian Jaya (YPMD-Irja),
seperti Abner Korwa dan juga seorang putra asli Injros, Luis Iwo. Gara-gara
protes dari para aktivis itu, pemerintah membatalkan rencana itu. Tapi
sekarang, setelah 30-an tahun, ketika hutan Bakau (mangrove) hilang, pohon sagu
hilang, ikan pun ikut lari (menghilang), lalu pemerintah menyetujui bahkan
sudah dipastikan, akan membangun jembataan yang melewati Tanjung Sberi. Hanya
saja menurut penelusuran Majalah Selangkah, bahwa Pemerintah belum atau tidak
mensosialisasikan Studi Analisa dampak lingkungan (AMDAL), studi Analisa Dampak
sosial (AMSOS) dan studi kelayakan lainnya. Pemerintah degan kewenangan yang
dimilikinya, mendekati (memaksa) para tetua adat dan pemilik tanah dan laut
untuk menyetujui pembangunan jembatan itu. Lebih parah lagi, pembangunan
jembatan ini dijadikan prestise para penguasa di kota Jayapura dan Provinsi Papua. Para Wakil
rakyat pun ikut menari di atas ketidak-tahuan rakyat. Sementara rakyat sebagai
pemilik negeri ini seperti disosok hidungnya dan hanya bisa mengikuti saja, apa
maunya pemrintah. Max Ireeuw, salah seorang anak asli dari Teluk Yotefa
menyesalkan sikap pemerintah yang tidak mensosialisasikan hasil studi
lingkungan, soaial, ekonomi, budaya dan studi kelayakan lainnya. Rakyat hanya
diminta untuk menyetujui rencana pemerintah ini. Para Wakil rakyat pun ikut
menari di atas ketidak-tahuan rakyat. "Sementara rakyat sebagai pemilik
negeri ini seperti disosok hidungnya dan hanya bisa mengikuti saja, apa maunya
pemrintah. Waah sedih," kata Max. [MajalahSelangkah]
Lebih lanjut tentang berita ini klik: http://www.papua.us/2013/08/benhur-tomi-mano-namai-jembatan-susilo.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar