Mengenai Saya

Ketika kita diam maka semua sepertinya tidak ada persoalan tetapi ketika kita bersuara maka mereka akan tau bahwa kita mempunyai persoalan, yang harus di selesaikan. Kebenaran harus ditegakan, untuk mendapatkan kebenaran harus berjuang karena kebenaran telah tertindas, dan telah dengan sengaja ditutupi.....'aku merasa tertindas, apakah kamu merasa hal yang sama seperti aku sebelum aku akan mulai memposting blog ini aku mohon agar di mengerti semua bahasa atau kosa kata yang penulis buat di sini tidak ada komentar buat hal tidak benar dengan kata lain tidak membrikan ijin bagi siapapun yang menipu diri orang lain berarti telah menipu dirinya sendiri.........................

Kamis, 31 Oktober 2013

Rekap Daftar Pemilih Papua Barat Baru 11 Persen


Seorang warga menurunkan kardus dari helikopter TNI AD yang berisi Logistik Pemilu 2009 di daerah pedalaman distrik Wosak, Jayawijaya, Papua, Selasa (7/4). ANTARA/Prasetyo Utomo



Jakarta - Komisi Pemilihan Umum menyatakan rekapitulasi Daftar Pemilih Tetap tingkat provinsi untuk Papua dan Papua Barat baru dilaksanakan pada 1 November 2013. Dua wilayah itu menjadi daerah yang dikecualikan berdasarkan pertimbangan kendala geografis dan infrastruktur. Sehingga pengumumannya tak serentak dengan provinsi lain pada 18 Oktober lalu.

"Awal bulan depan diumumkan. Pada 1 November," kata Komisioner KPU, Ferry Rizkiansyah, di Jakarta, Selasa, 29 Oktober 2013. Ia yakin rekapitulasi untuk Papua dan Papua Barat akan tepat waktu sesuai jadwal.

Sejauh ini, Ferry mengaku KPU belum mendapat laporan terkait kendala yang mengganggu proses perbaikan DPT di Papua dan Papua Barat sampai rekapitulasi. "Prosesnya berjalan baik," kata Ferry. Berdasarkan data terbaru per 4 September 2013, Daftar Pemilih Sementara Hasil Perbaikan (DPSHP) untuk Papua Barat baru masuk sekitar 11 persen, sedangkan untuk Papua baru 16 persen.

Artinya, baru ada 495.189 calon pemilih di Papua dan 57.439 untuk Papua Barat yang terekam sistem data pemilih nasional. Berdasarkan Daftar Pemilih Sementara manual, jumlah DPS di Papua 3.011.524 jiwa dan untuk Papua Barat 508.140 jiwa.

Sumber:  http://www.tempo.co/read/news/2013/10/30/078525774/Rekap-Daftar-Pemilih-Papua-Barat-Baru-11-Persen


Daerah Otonomi Baru di Papua Bertambah Akhir Oktober


 BIAK -- Kalangan masyarakat Kepulauan Numforn di Kabupaten Biak Numfor berharap rancangan Undang-Undang pemekaran Numfor menjadi kabupaten baru dapat dilakukan akhir Oktober 2013.

Badan Legislasi Nasional DPR RI menargetkan pengesahan RUU 25 Oktober 2013 dan itu yang ditunggu-tunggu, kata Ketua Tim Kerja Pemekaran Numfor, Zack Wambrauw di Biak, Rabu (9/10). Rencana pengesahan dan penetapan RUU pemekaran Numfor sesuai jadwal Balegnas dan Komisi II DPR RI disatukan dengan 33 daerah pemekaran baru di Provinsi Papua dan Papua Barat.

"Komponen masyarakat dan tim kerja pemekaran Numfor berharap agenda pengesahan RRU pemekaran daerah di Indonesia bisa berjalan tepat waktu sesuai program Balegnas DPR RI," ucap Zack Wambrauw. Ia mengatakan, untuk berbagai persyaratan dan kelengkapan administrasi tentang rencana pemekaran Numfor telah tuntas sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Rencana pemekaran 33 daerah otonom baru di wilayah Papua dan Papua Barat, menurut mantan kepala BPMK Biak, telah masuk prioritas Balegnas, Komisi II DPR RI serta kaukukus parlemen Papua di Jakarta. "Tim kerja pemekaran Numfor bersama tim asistensi Pemkab dan masyarakat pulau Numfor menanti keputusan DPR RI mengenai pengesahan RUU daerah otonom baru menjadi Undang-Undang pada 25 Oktober 2013," harap Zack Wambrauw.

Zack Wambrauw berharap, dengan pemekaran wilayah kepulauan Numfor menjadi daerah otonom baru dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Tujuan lain adanya pemekaran suatu daerah otonom baru, lanjut Zack, dapat memperpendek rentang kendali pelayanan pemerintahan kepada masyarakat secara efisien dan cepat.

"Letak wilayah geografis pulau Numfor yang jauh dari pusat ibukota Kabupaten induk Biak Numfor diharapkan mwmpercepat proses pemekaran Kabupaten Numfor," harap Zack Wambrauw.

Berdasarkan data pulau Numfor yang memiliki potensi kekayaam alam perikanan, pertanian dan pariwisata bahari hanya dapat dietmpuh dengan transportasi kapal perintis memakan waktu 8-10 jam serta penerbangan udara perintis dengan waktu 35-40 menit.


Sumber: http://www.republika.co.id/berita/nasional/daerah/13/10/09/mudizp-daerah-otonomi-baru-di-papua-bertambah-akhir-oktober

Minggu, 20 Oktober 2013

Papua Kembali Bakal Mekarkan 18 Kabupaten






JAYAPURA - Eufhoria pemekaran kabupaten  nampaknya terus berlanjut di Papua, setelah empat tahun silam 7 kabupaten dimekarkan, dalam waktu dekat, pemekaran kabupaten rencananya akan kembali dilakukan. Hal itu terungkap dalam sidang paripurna DPR Papua yang berlangsung, Kamis 12 Juli di Gedung DPRP Jalan Samratulangi Jayapura.
Wakil Ketua II DPR Papua Komaruddin Watubun yang memimpin jalannya sidang paripurna mengatakan, pembahasan mengenai pemekaran kabupaten harus segera dilaksanakan DPR Papua, sebab hal itu merupakan agenda daerah dan nasional. ‘’DPRP secara kelembagaan harus membahas pemekaran wilayah di Papua, jangan sampai terjadi potong kompas, yang kemudian nantinya meniadakan kewibawaan DPR Papua,’’ tegasnya.
Untuk itu, sambung dia, Komisi A DPR Papua yang membidangi pemerintahan harus segera menyiapkan dokumen kabupaten yang akan dimerkarkan guna dibahas oleh fraksi dalam sidang paripurna mendatang.
‘’Dengan dokumen yang akan disiapkan Komisi A, maka fraksi-fraksi memaparkan pandangannya agar diperoleh risalah pemekaran,’’tukasnya. Yan Ayomi anggota DPRP dari Fraksi Golkar menyatakan, dari belasan kabupaten yang rencananya akan dimekarkan, baru hanya 9 yang sudah memenuhi persyaratan. ‘’Baru 9 kabupaten yang sudah disetujui DPD RI, dan sekarang tugas DPR Papua adalah membahasnya untuk melahirkan sebuah keputusan mengenai pemekaran tersebut,’’tukasnya. Yunus Wonda Wakil Ketua I DPRP menegaskan, rencana pemekaran kabupaten di Papua ini harus segera bahas DPRP, dalam rangka menegakan wibawa lembaga. ‘’Kalau sampai pemekaran kabupaten lolos tanpa persetujuan DPRP, itu mencerminkan lembaga ini sudah tidak punya gigi lagi, sehingga ini harus secepatnya di bahas,’’ ucapnya.
Namun, kata dia, dalam membahas pemekaran kabupaten, seluruh fraksi harus lebih dulu menyampaikan pandangannya, guna melahirkan sebuah kesimpulan, apakah menyetujui atau tidak.’’Saya kira fraksi harus lebih dulu menyampaikan pendapatnya mengenai rencana pemekaran ini, terutama untuk mengetahui apa tujuan dan maksud pemekaran dilakukan,’’ jelasnya.
Menanggapi perintah Wakil Ketua DPRP Komaruddin Watubun, Ketua Komisi A DPRP Ruben Magai menyatakan, akan segera menyiapkan dokumen mengenai sejumlah kabupaten yang akan dimekarkan. “Komisi akan segera menyiapkan dokumen kabupaten yang akan dimekarkan, agar dibahas dalam paripurna,’’ ucapnya.
Namun, ia menyatakan, pemekaran yang akan dibahas bukan hanya 18 kabupeten saja, tapi mencapai dua puluhan kabupaten.’’ Bukan hanya 18 tapi dua puluhan, namun dokumennya masih akan saya siapkan,’’tandasnya. Rencana 18 kabupaten yang akan dimekarkan adalah (lihat grafis)(jir/don/l03)
18 Calon Kabupaten

1.Kabupaten Grimenawa,
2.Kabupaten Yalimek
3. Kabupaten Yahukimo Utara
4.Kabupaten Yahukimo Barat Daya Suru-suru,
5. Kabupaten Yahukimo Timur,
6.Kabupaten Mamberamo Hulu,
7. Kabupaten Katemban
8. Kabupaten Puncak Trikora
9. Kabupaten Pegunungan Seir
10. Kabupaten Mimika Barat
11. Kabupaten Numfor
12 Kabupaten Napa Swandie
13. Kabupaten Yabaru
14. Kabupaten Muman,
15.Kabupaten Muara Digul
16. Kabupaten Merauke
17. Kabupaten Maliem,
18. Kabupaten Baliem Center.



Kamis, 17 Oktober 2013

TNI Dipercayakan Bangun 14 Proyek Jalan Senilai Rp 425 M di Papua


Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Budiman   
Jakarta : TNI dipercayakan membangun 14 ruas jalan di Papua. Nilai proyeknya mencapai Rp 425 miliar.
Berita Terkait

Papua Seperti Sarang Koruptor

Pemerintah Berupaya Tekan Angka Tuna Aksara di Papua

KSAD Jenderal TNI Budiman menegaskan pembangunan hanya bisa dilaksanakan oleh prajuritnya karena medan yang sulit. Prajurit TNI dianggap mempunyai fisik lebih baik dari sipil, karena itu dapat melaksanakan pembangunan tanpa terpengaruh medan.

"Kita akan melakukan tugas yang memang secara keamanan dan kemampuan tidak bisa dilakukan swasta. Ini memerlukan fisik kuat dengan medan yang berat," ujar Budiman usai membuka Rapat Koordinasi Teknis TNI Manunggal Membangun Desa ke-91, di Balai Kartini, Jakarta, Rabu (18/9/2013).

Budiman mengaku telah memerintahkan 2 ribu prajuritnya untuk melaksanakan tugas tersebut. Prajurit tersebut berasal dari 3 batalyon zeni tempur dengan 3 batalyon detasemen zeni tempur.

Kini, prajurit tengah melakukan survei ke lokasi pembangunan. Diperkirakan tim baru akan kembali dari Papua dalam waktu 2 pekan ke depan.

Turun Tangan

Anggota Komisi I Agus Gumiwang meminta agar TNI turun tangan dalam membangun 14 ruas jalan di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat. Selain itu, dana yang dibutuhkan untuk membangun ruas jalan tersebut tidak sedikit, yakni sebesar Rp 425 miliar.

"Kalau ada anggaran langsung ditujukan ke Kementerian (Pertahanan), tidak melalui Unit Percepatan Pembangunan Papua dan Papua Barat (UP4B)," kata Agus di Gedung DPR, Jakarta, Rabu 4 September lalu.

Agus menjelaskan, dana ratusan miliar itu dapat langsung tersalurkan ke TNI bila tidak melewati UP4B, guna memotong birokrasi. Ia menuturkan untuk penyerapan anggaran Rp 425 miliar tidak akan ada yang mampu selain TNI.

Budiman yang hadir dalam rapat Komisi I ini menjelaskan rencana pembangunan jalan tersebut. Dalam rapat itu, Budiman meminta agar pembangunan yang awalnya direncanakan 3,5 bulan ditambah jangka waktu pengerjaannya menjadi 6 bulan. "Kalau 3,5 bulan tidak cukup," kata KSAD TNI baru itu.

Lebih dari 120 km jalan akan dibangun dan dikerjakan oleh 2 ribu prajurit TNI. Mereka merupakan gabungan prajurit dari Batalyon Zeni Marinir dan Denzibur sebanyak 3 detasemen.

Waspadai OPM

Untuk menghindari jatuhnya korban, Komisi I DPR meminta TNI mewaspadai Organisasi Papua Merdeka (OPM). Anggota Komisi I Agus Sumiwang melihat OPM akan bertindak bila ribuan prajurit masuk ke Papua.

"Wajar OPM berkeberatan. Tapi kami terus membangun, kalau ada percepatan di luar konvensional. Kami jalan saja. Masa terus berhenti kalau OPM minta berhenti," tegas Agus.

KSAD Budiman berharap dari pembangunan ini dapat menciptakan kedamaian di Papua.

"Kita harapkan dengan memberi akses, ini bagian dari upaya memberikan akses jalan, maka gangguan keamanan akan bisa diperkecil. Semoga bisa bersama-sama menciptakan keadaan damai," tuturnya.

Berikut rincian alokasi dana dan 14 ruas jalan yang dibangun Kementerian Pertahanan:

1. Pembangunan jalan Kasonaweja-Trimuris-Sarmi senilai Rp 25 miliar
2. Pembangunan jalan Lagasari-Wapoga-Sumiangga senilai Rp 35 miliar
3. Pembangunan jalan Botawa-Wapoga senilai Rp 20 miliar
4. Pembangunan jalan Windesi-Yaur-Kwatisore senilai Rp 35 miliar
5. Pembangunan jalan SP3 Gesa-Barapaso-Batas Waropen senilai Rp 30 miliar
6. Pembangunan jalan Oksibil-Kawor-Waropko senilai Rp 53 miliar
7. Pembangunan jalan Rosbori-Manggui-Poom (Lingkar Yapen) senilai Rp 20 miliar
8. Pembangunan jalan Dawai-Waindu senilai Rp 20 miliar
9. Pembangunan jalan Saubeba-Rosbon senilai Rp 20 miliar
10. Pembangunan jalan Kenyam-Gearek Rp 40 miliar
11. Pembangunan jalan Gearek-Pasir Putih-Suru-suru senilai Rp 40 miliar
12. Pembangunan jalan Suru-suru-Obio-Dekai senilai Rp 40 miliar
13. Pembangunan jalan Mamugu-Batas Batu senilai Rp 40 miliar
14. Pembangunan jalan Lingkar Marsinam Rp 17 miliar.


Sumber: http://news.liputan6.com/read/696057/tni-dipercayakan-bangun-14-proyek-jalan-senilai-rp-425-m-di-papua

Rabu, 16 Oktober 2013

PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DI NABIRE TANPA IJIN


 
Aktivitas proyek perkebunan kelapa sawit di kampung Sima, Distrik Yaur, Nabire, Papua.



Jayapura, 15/10  - Perkebunan kelapa sawit yang sedang dikerjakan oleh PT. Nabire Baru dan PT. Sariwana Unggul Mandiri di wilayah adat Suku Yerisiam, ternyata tanpa dasar hukum yang kuat. Dua perusahaan tersebut mendapat ijin dari penjabat Gubenur, drh. Costan Karma (ketika itu).
Kepala Suku Besar Masyarakat Adat Yerisiam Kabupaten Nabire, Pdt. Simon Petrus Hanebora, mengatakan, dua perusahaan kelapa sawit itu termasuk yang akan dicabut ijin operasinya karena ijin operasinya diterbitkan oleh penjabat gubenur yang nota bene tak punya kewenangan.
“Keputusan Gubernur Lukas Enembe ini adalah klimaks dari pergumulan panjang masyarakat pribumi Yerisiam selama ini. Karena perkebunan kelapa sawit yang dikerjakan oleh PT. Nabire Baru dan PT Sariwana Unggul Mandiri di atas tanah ulayat adat suku Yerisiam, hanya dengan menggunakan ijin dari gubernur carateker (Costan Karma). Yang secara aturan tidak mempunyai kekuatan hukum,” demikian SP Hanebora dalam siaran pers yang dikirim ke tabloidjubi.com, Senin (14/10) sore.
Pernyataan Gubernur Provinsi Papua, Lukas Enembe, akan segera menertibkan dan mencabut ijin-ijin beroperasi perusahan, HPH, pertambangan dan perkebunan yang diberikan oleh Penjabat Gubenur Papua sebelumnya, dipandang sebagai satu langkah cerdas untuk mengamankan lingkungan dan potensi yang ada.
Gubernur Lukas Enembe seperti diberitakan tabloidjubi.com, menegaskan, “Ijin yang dikeluarkan oleh pejabat gubernur/karateker kepada perusahan-perusahan HPH, Pertambangan dan Perkebunan yang sekarang banyak digunakan untuk beroperasi di Papua harus dicabut. Karena Gubernur Caretaker tidak mempunyai kewenagan untuk memberikan ijin.”
Dalam siaran pers, SP Hanebora, menyatakan, “Saya sudah sampaikan di tulisan-tulisan saya sebelumnya bahwa perkebunan kelapa sawit PT. Nabire Baru dan PT. Sariwana Unggul Mandiri berjalan dengan banyak persoalan, mulai dari dilanggarnya UU Nomor 32 tahun 2008 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, hingga menggunakan ijin gubernur carateker pada tahun 2012, untuk beroperasi selama ini di wilayah adat Yerisiam.”
Karena ijin operasi yang dipakai selama ini oleh dua perusahaan itu tak kuat, tulis Hanebora, Badan Pengelola Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup (BAPESDALH) Provinsi Papua tidak menerbitkan ijin Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). Manajemen perusahaan kemudian menghadap Penjabat Gubernur Papua dan ijinnya diterbitkan.
“Berdasarkan pernyataan Gubernur Papua Lukas Enembe untuk mencabut ijin-ijin operasioanal perusahaan-perusahaan yang diterbitkan oleh Penjabat Gubernur, maka secarah hukum Ijin Operasional PT. Nabire Baru dan PT. Sariwana Unggul Mandiri, telah gugur dengan sendirinya. Jadi, kedua perusahaan tersebut harus ditutup,” tegas SP. Hanebora.
Hanebora juga meminta, pihak Pemerintah Provinsi Papua turun langsung ke lapangan untuk menghentikan aktivitas perusahaan-perusahaan ilegal itu. Termasuk Perkebunan Sawit PT. Nabire Baru dan PT. Sariwana Unggul Mandiri di Kabupaten Nabire.
Sekretaris I Dewan Adat Papua, John NR Gobai dalam pernyataannya, mendukung hal itu. Kata John, PT/ Nabire Baru dan PT. Sariwana Unggul Mandiri bekerja tanpa AMDAL dan sudah jelas-jelas melecehkan hak adat Suku Yerisiam sebagai pemilik ulayat.
“PT. Nabire Baru dan PT. Sariwana Unggul Mandiri tidak menghargai adanya kepemilikan tanah adat di Papua, sehingga ini merupakan sebuah pelecehan terhadap hak adat masyarakat adat sesuai dengan UU Otsus Papua. Awalnya pihak perusahaan menggunakan pendekatan lain kepada masyarakat setempat dan beberapa tokoh masyarakat lain yang mengatasnamakan masyarakat pemilik ulayat. Cara-cara demikian sudah melecehkan hak adat Papua,” tuturnya.
John menuding, ada konspirasi kepentingan antara manajemen PT. Nabire Baru dan PT. Sariwana Unggul Mandiri dengan pejabat publik di Kabupaten Nabire dalam tahap penyiapan lahan tanpa adanya pembicaraan dengan pemilik hak ulayat.
“Pihak perusahaan harus segera membuka perundingan dengan pemilik hak ulayat dalam hal ini Suku Yerisiam dan Suku Mee untuk membicarakan kompensasi kayu yang telah diambil selama ini,” pinta John sambil menambahkan, upaya tersebut harus difasilitasi oleh pemerintah Provinsi Papua dan Kabupaten Nabire.
DAP juga minta, Gubernur Provinsi Papua dan Bupati Nabire agar memerintahkan BAPESDALH Papua dan BLH Nabire untuk tidak menandatangani Dokumen AMDAL dari kedua perusahaan itu.
SP Hanebora dan timnya sudah beberapa kali mengadukan persoalan tersebut ke pemerintah Pusat, Provinsi, Kabupaten dan berbagai pihak terkait. Namun, tak ada reson. Dua pekan lalu, Komnas HAM Papua “turun” ke Nabire dan meninjau langsung lokasi perkebunan sawit.
Selama beberapa tahun terakhir, perusahaan HPH berkedok perkebunan kelapa sawit di wilayah Sima dan Wami, Distrik Yaur, Kabupaten Nabire, diduga melakukan pembalakan hutan secara liar. Aktivitas eksploitasi kekayaan alam di atas tanah adat Suku Yerisiam seluas 17.00 hektar itu terkesan dibiarkan tanpa ada pengawasan dari pemerintah. Bahkan, dalam beberapa laporan, disebutkan bahwa pihak perusahaan menyewa aparat keamanan untuk mengamankan lokasi perusahaan dan kegiatan illegal logging.





Sumber: http://tabloidjubi.com/2013/10/15/perkebunan-kelapa-sawit-di-nabire-tanpa-ijin/

Minggu, 06 Oktober 2013








Senayan - Komisi I DPR RI menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan peneliti masalah Papua di LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) Adriana Elizabeth dan Muridan Widjojo pada Selasa (21/5) ini. Komisi I memandang penting menyikapi isu-isu Papua guna mencari jalan keluar dari persoalan yang terjadi selama ini.

"Kita mengharapkan pandangan dan hasil kajian dari dua pengamat LIPI ini untuk dapat memberikan gambaran dan masukan yang konstruktif, guna pemecahan masalah Papua ini," ujar Wakil Ketua DPR RI dari Fraksi Golkar Agus Gumiwang Kartasasmita saat memimpin rapat.

Kata Agus Gumiwang, hasil pandangan dari LIPI ini tentu akan menjadi hal yang menarik. Ini akan menjadi bahan rapat Komisi I dengan pemerintah pada Kamis (24/5) mendatang, dalam membahas persoalan-persoalan yang menyangkut Papua.

Dalam paparannya, Adriana menyampaikan, sebenarnya dunia internasional banyak yang tidak mendukung aktifitas dan kegiatan kelompok OPM (Organisasi Papua Merdeka). "Kalau pun ada yang simpati, itu bersifat perorangan dan LSM. Bukan mewakili secara sesungguhnya dari sebuah kebijakan negara tertentu," paparnya.

Dia juga melihat, sejuah ini pemerintah pusat belum memberi respon terhadap masyarakat Papua untuk menggelar dilaog guna menjawab persoalan yang ada. "Saya melihat, kenapa pemerintah cenderung tidak memenuhi permintaan dialog dari masyarakat Papua, karena pemerintah pusat kawatir, ujung dari dialog itu adalah referendum," katanya.

Selasa, 01 Oktober 2013

Pemerintah Akan Membangun Jembatan Layang Yang Menghubungkan Pantai Hamadi dan Pantai Injros

KOTA JAYAPURA – Walikota Jayapura, Benhur Tommy Mano memastikan, bahwa Oktober 2013, pemerintah akan membangun jembatan layang yang menghubungkan Pantai Hamadi dan Pantai Injros. Dananya bersumber dari APBN, APBD Provinsi Papua dan APBD Kota Jayapura. “Jembatan itu akan diberi nama, Jembatan Susilo Bambang Yudhoyono atau Jembatan SBY,” kata Walikota Jayapura, Benhur Tommy seperti yang dilansir sejumlah media di Jayapura, Sabtu (10/08/2013). Untuk melicinkan rencana itu, Walikota merangkul seluruh Ondoafi di Teluk Yotefa dalam sebuah rapat. Hasil rapat ini, para ondoafi menyatakan setuju untuk pembangunan Jembatan SBY itu. Hanya saja, para ondoafi dan tua-tua adat lainnya, menginginkan jembtan itu diberi nama Sberi sesuai dengan nama tanjung yang akan menjadi lokasi pembangunan jembatan. “Presiden SBY boleh menandatangani prasasi pembangunan jembatan, tapi nama jembatan itu, harus jembatan Sberi,” ungkap Mantan Direktur WWF Region Papua, Lin Maloali melalui pesannya di Facebook pada Minggu, 11 Agustus 2013. Sementara itu, menurut penulusuran Majalah Selangkah, bahwa sekitar tahun 1980-an, pemerintah pernah berencana membuat jembatan yang melewati Tanjung Sberi (dari ujung pantai wisata Hamadi ke pantai Injros – pantai kasuari), Saat itu, Menteri Lingkungannya, Emil Salim. Ketika pemerintah menyampaikan rencananya itu, lalu muncul aksi protes keras dari para aktivis lingkungan di Jayapura yang dimotori George Junus Aditjondro bersama aktivis lainnya di Yayasan Pengembangan Masyarakat Desa (Irian Jaya (YPMD-Irja), seperti Abner Korwa dan juga seorang putra asli Injros, Luis Iwo. Gara-gara protes dari para aktivis itu, pemerintah membatalkan rencana itu. Tapi sekarang, setelah 30-an tahun, ketika hutan Bakau (mangrove) hilang, pohon sagu hilang, ikan pun ikut lari (menghilang), lalu pemerintah menyetujui bahkan sudah dipastikan, akan membangun jembataan yang melewati Tanjung Sberi. Hanya saja menurut penelusuran Majalah Selangkah, bahwa Pemerintah belum atau tidak mensosialisasikan Studi Analisa dampak lingkungan (AMDAL), studi Analisa Dampak sosial (AMSOS) dan studi kelayakan lainnya. Pemerintah degan kewenangan yang dimilikinya, mendekati (memaksa) para tetua adat dan pemilik tanah dan laut untuk menyetujui pembangunan jembatan itu. Lebih parah lagi, pembangunan jembatan ini dijadikan prestise para penguasa di kota Jayapura dan Provinsi Papua. Para Wakil rakyat pun ikut menari di atas ketidak-tahuan rakyat. Sementara rakyat sebagai pemilik negeri ini seperti disosok hidungnya dan hanya bisa mengikuti saja, apa maunya pemrintah. Max Ireeuw, salah seorang anak asli dari Teluk Yotefa menyesalkan sikap pemerintah yang tidak mensosialisasikan hasil studi lingkungan, soaial, ekonomi, budaya dan studi kelayakan lainnya. Rakyat hanya diminta untuk menyetujui rencana pemerintah ini. Para Wakil rakyat pun ikut menari di atas ketidak-tahuan rakyat. "Sementara rakyat sebagai pemilik negeri ini seperti disosok hidungnya dan hanya bisa mengikuti saja, apa maunya pemrintah. Waah sedih," kata Max. [MajalahSelangkah]

Lebih lanjut tentang berita ini klik: http://www.papua.us/2013/08/benhur-tomi-mano-namai-jembatan-susilo.html

Gubernur Lukas Enembe bakar 18.000 proposal bantuan

 
Gubernur Papua Lukas Enemb

Jum'at,  12 Juli 2013  −  15:32 WIB

Gubernur Papua Lukas Enembe, membakar sebanyak 18.000 proposal palsu bantuan masyarakat miskin, di halaman Kantor Gubernur Papua. Pembakaran, dilakukan dihadapan masyarakat.

Saat melakukan pembakaran, Lukas Enembe terlihat emosi. Dia mengatakan, bantuan kepada masyarkat, akan diberikan dalam bentuk program. Karena, dananya sudah dirobah.

"Pembagiannya 80 persen masuk di kabupaten, dari Jayapura kembali ke Jayapura. Keerom kembali ke Keerom, dan kota kembali ke kota. Jangan bawa masuk di gubernur, sebab mengganggu pemerintahan," ujar Lukas, Jumat (12/7/2013).

Ditambahkan dia, gubernur adalah keterwakilan pemerintah pusat di provinsi. Tugasnya, lebih pada regulasi dan kebijakan.

"Kepada masyarakat yang mendapat informasi tentang oknum yang membuat formulir bantuan masyarakat berupa proposal untuk di masukkan kepada gubernur, akan diberikan hadiah uang Rp50 juta," terangnya.

Sumber :  http://daerah.sindonews.com/read/2013/07/12/26/760342/gubernur-lukas-enembe-bakar-18-000-proposal-bantuan

Staf khusus Presiden, Felix Wanggai yang memaparkan Rencana Undang-Undang (RUU) Pemerintahan Papua



 
Staf khusus Presiden, Felix Wanggai

Japura, 29/5 (Jubi) - Rekonstruksi UU No 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua yang akan dilakukan Pemerintah Propinsi Papua dan pemerintah pusat nantinya akan melahirkan undang-undang baru yakni Undang-Undang Pemerintahan Papua.


Staf khusus Presiden, Felix Wanggai yang memaparkan Rencana Undang-Undang (RUU) Pemerintahan Papua tersebut mengatakan, rekonstruksi UU No 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus karena selama 12 tahun pelaksanaan Otsus banyak hal yang harus dibenahi meskipun hal-hal positif juga sudah banyak dicapai.
“12 tahun merupakan proses yang wajar dan cukup untuk melakukan perubahan terhadap suatu Undang-undang. Undang-undang baru ini bermakna untuk penguatan jati diri orang Papua,  memberikan makna percepatan pembangunan di seluruh bidang serta bermakna penyelesaian persoalan sosial politik yang mengarah pada rekonsiliasi politik,” kata Felix Wanggai, Rabu (29/5).
Menurutnya, dalam konteks yang besar lima tahun ke depan Presiden Susilo Bambang Yudoyono berharap, ada sebuah penyelesaian politik permanen dan fundamental, penyelesaian konflik kesenjangan selama ini serta penyelesaian konflik bersenjata.
“Penyelesaian konflik akan diselesaikan dalam ruang demokrasi. Adanya Undang-undang baru nantinya merupakan good will dari Presiden Republik Indonesia untuk meletakkan penyelesaian konflik diselesaikan dalam ruang dasar bagi arah politik baru arah pembangunan baru bagi Papua, termasuk perubahan politik,” ujarnya.
Kata Felix, harapan Presiden, nantinya Undang-undang ini akan menjadi warisan dari pemerintah untuk Papua guna meletakkan dasar bagi pembangunan baru di Bumi Cenderawasih. “Diharapkan, hasil diskusi di Papua akan manjadi masukan untuk kemudian RUU dilanjutkan pada proses hukum dan penetapan,” kata Felix Wanggai.
Sementara Gubernur Papua, Lukas Enembe mengharapkan rekonstruksi Otsus tersebut, nantinya akan menghasilakn suatu produk hukum yang didalamnya sudah mengalami perbaikan-perbaikan dari Undang-undang sebelumnya yang bermuara pada peningkatan kesejahteraan rakyat Papua.
“Itu harapan kita agar ada peningkatan kesejahteraan bagi rakyat Papua,” kata Lukas Enembe.

Sumber : http://tabloidjubi.com/2013/05/29/akan-lahir-uu-pemerintahan-papua/

Rancangan Undangan – Undangan Pemerintahan Papua




Jayapura - Rancangan Undangan – Undangan Pemerintahan Papua, yang kini masuk dalam pembahasan evaluasi otonomi khusus, dinilai ternyata banyak mengadopsi Undang – Undangan Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh.


Hal ini disampaikan dalam jumpa pers oleh Sekretaris Eksekutif Forum Kerjasama (Foker) LSM Papua, Lienche F. Maloali, yang juga di hadiri Eddy Ohoiwutun dari LMA Port Numbay, Marthen Patai, Kenny Mayabubun dari Set FOKER LSM papua, Markus Kajoi dari KIPRA Papua dan Sadaridi Sarika dan SET FOKER LSM Papua serta dukungan dari SC FOKER Regio Merauke, SC FOKER Regio Jayapura, SC Regio Pegunungan Tengah, SC FOKER Kepakaran, Ibu Fien Jarangga.
“MRP perlu mencermati dengan seksama usulan perubahan atas UU No. 21/2001 yang sementara digagas pihak lain yang dokumennya kini tersebar luas di kalangan masyarakat,” kata Sekretaris Eksekutif Foker LSM Papua, Lienche F. Maloali, di Kantornya, di Waena, di Abepura,Kota Jayapura, Rabu (24/7).
Pihaknya menilai, dokumen dimaksud (Rancangan Naskah Akademik, Rancangan Undang Undang tentang Pemerintahan Papua) adalah merupakan salinan atau ciplakan dari UU Pemerintah Nangro Aceh Darussalam. “Situasi ini dipandang perlu, karena dalam copyan naskah dimaksud ditemukan antara lain, dalam poin 3.26  tentara nasional indonesia : halaman 99 butir 5 tentang tindak pidana yang dilakukan oleh prajurit Tentara Nasional Indonesia di Aceh diadili sesuai dengan peraturan perundang-undangan. à Kalimatnya sama dengan dengan UU Pemerintahan Provinsi Aceh Pasal 203 Ayat (1),” tuturnya menjelaskan poin – poin yang mengutip UU Pemerintahan Aceh.
Sementara itu, Eddy Ohoiwutun dari LMA Port Numbay menambahkan, dalam poin 3.27  Kepolisian : Halaman 100, butir 6 :  Pemberhentian Kepala Kepolisian Aceh dilakukan oleh Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia.  à Kalimatnya sama dengan UU Pemerintah Aceh Pasal 205 (5).
“Sementara pada Halaman 89, dalam salah satu usulan pasal tentang KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA à (1) Pemerintah Papua mempunyai kewenangan menetapkan ketentuan di bidang pers dan penyiaran berdasarkan nilai Islam,” ungkapnya.
Pihaknya meminta, MRP selaku Representative Culture Orang Asli Papua dari 7 Wilayah Budaya di Papua, MRP harus merancang Naskah Akademisi serta Rancangan Undang-Undang dengan melibatkan Tenaga-tenaga Akademisi yang jelas, dan yang mengenal Culture Orang Papua, seperti Universitas Cenderawasih, UNIPA dan berbagai Akademisi, dan seluruh komponen masyarakat di Tanah Papua.

 Sumber : http://tabloidjubi.com/2013/07/24/ruu-pemerintahan-papua-adopsi-uu-pemerintahan-aceh/