![]() |
Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Natalius Pigai Duduk Sebelah Kiri |
Jakarta - Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia
(Komnas HAM), Natalius Pigay mengatakan sistem noken yang digunakan di Papua
dalam pemilihan umum (pemilu) merupakan bentuk pelanggaran HAM dan harus
ditolak penerapannya.
Sistem noken adalah sistem yang memberikan kekuasaan khusus
kepada kepala suku untuk menentukan pilihan sukunya. "Kami pertegas hak
asasi itu hak individu, karena Tuhan ciptakan hak freedom of expression itu
tidak komunal, karena itu asas pemilu yang luas bebas rahasia (luber) yang
perlu dilaksanakan pemerintah kemudian adalah 'one people, one vote , one value
system'. Karena itu satu orang satu suara satu nilai, karena itu sistem noken
yang masih berlaku di masyarakat yang dilaksanakan tidak ada di peraturan hukum
di Indonesia, sehingga kami minta Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas
Pemilu (Bawaslu) dan Dewan Kehormatan Pentelenggara Pemilu (DKPP) menolak
sistem itu," ujarnya di Kantor Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Thamrin,
Jakarta Pusat, Senin (3/2). Ditambahkan, berdasarkan pengalaman pilkada, dengan
sistem noken menurutnya justru akan memicu konflik. Bahkan dalam tataran
pilkada saja, konflik bisa memakan korban. Ditakutkan ketika pileg yang diikuti
oleg ribuan caleg justru akan menimbulkan konflik yang lebih hebat. "Selain
itu sistem noken itu tidak ada peraturannya di Indonesia, kalau tidak ada di
peraturan pemilu di Indonesia untuk apa dilaksanakan? penyelenggara pemilu
harus tegas soal ini. Selain itu, putusan Mahkamah Konstitusi (MK), soal sistem
noken di Papua hanya kasuistik saja. Terlebih di UU pemilu hanya ada 'one
people, one vote, one value'. Jadi kami memastikan dengan DKPP bahwa sistem
noken bertentangan dan penyelenggaranya bisa diberi sanksi, dan Komnas HAM konsisten
untuk itu," tegasnya. Sementara itu Ketua Bawaslu, Muhammad menambahkan,
berdasarkan rapat koordinasi antara KPU, Bawaslu dan Komnas HAM serta DKPP
memiliki pandangan yang sama di mana sistem noken tidak sejalan dengan azas
pemilu. "Namun kita tidak bisa secara hitam putih langsung menyatakan
begitu saja, mesti ada persuasif dan pembicaraan dengan kepala-kepala suku.
Memang dari hukum tidak sesuai kaidah luber," imbuhnya. Anggota Bawaslu,
Nasrullah menambahkan, menurutnya hukum jangan hanya dimaknai dalam bentuk
Undang-Undang. Tetapi putusan hakim juga merupakan bagian dari hukum itu
sendiri. "Jadi menghargai putusan hakim MK. Kalau sudah peradilan negara
memutus sesuatu maka itu lah hukum. Saya pikir kasus soal noken ini menarik,
cuma UUD 45 juga sangat menghargai adat istiadat dan cara masing-masing. Cara
berdemokrasi kita. Negara kita kan pluralistik dan berbagai suku. Apakah
persoala ini harus diliberalkan? Pada pendekatan individual. Dia punya trradisi
di dalam sendiri harus dipaksa memahami konteks demokrasi. Jadi memang ini
masih perlu didiskusikan," terangnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar