![]() |
Gub, Lukas Enembe |

Lukas menegaskan, bahwa penembakan itu terjadi karena ulah
aparat
yang justru datang ke Papua dengan menjual amunisi ke masyarakat lokal.
Karena itu, dia meminta Kapolri dan Panglima TNI menertibkan para prajuritnya
yang kerap kali menjual amunisi ke warga Papua.
"Kapolri, Panglima tertibkan, itu amunisi, karena
amunisinya dijual oleh anggota kita sendiri," kata Lukas di Gedung DPR,
Jakarta, Kamis (6/2).
Kecurigaan ini bukan tanpa alasan, dia yakin hal ini terjadi
karena kelompok bersenjata tak pernah kehabisan peluru saat baku tembak. Soal
pembelian secara ilegal, dia menegaskan, bahwa keamanan di Papua sangat ketat
sehingga sulit membawa senjata atau amunisi ilegal dari luar Papua kecuali
membeli dari aparat yang bertugas di Papua.
Senada dengan Lukas, Anggota Komisi I DPR Yorrys Raweyai
mengatakan, kejanggalan juga terjadi saat para aparat yang datang dari luar
Papua membawa penuh amunisi, namun setelah pulang amunisi tak bersisa. Sehingga
dia juga yakin, kelompok bersenjata di Papua mendapatkan amunisi justru dari
aparat keamanan sendiri.
Dari mana amunisi bisa masuk ke sana, ada indikasi pasukan
di-BKO-kan datang bawa peluru, pulang tak bawa apa-apa. Jadi ada istilah,
datang bawa M16 pulang bawa 16 M," kata Yorrys yang menemani Lukas bertemu
dengan Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso.
Menurut dia, amunisi dijual oleh para aparat keamanan dengan
harga Rp 1.500 per butir. Dia juga yakin hal ini terjadi karena selongsong yang
ditemukan dalam penyisiran tempat kontak senjata itu berasal dari PT Pindad yang
dipakai aparat keamanan.
"Amunisi terbatas, kenapa kontak senjata dari tahun ke
tahun amunisi tidak pernah habis temuan selongsong buatan Pindad, dari mana itu
barang?" kata dia.
Sumber: http://www.merdeka.com/peristiwa/gubernur-tuding-tni-dan-polri-jualan-peluru-pada-warga-papua.html